NAMA: DOMINICUS HARY MAHARDHIKA
KELAS : B
JURUSAN : ILMU PERPUSTAKAAN
NIM: 13040112130079
FAKULTAS ILMU BUDAYA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
Sudah lama Candi Borobudur terkenal namanya..Setiap hari
ratusan, bahkan ribuan orang mengunjunginya. Mereka datang dari berbagai daerah
, banyak pula yang datang dari mancanegara seperti Jepang, Amerika, Belanda,dan
lain-lain. Tujuannya bermacam-macam.Ada yang penasaran ingin tahu secara
langsung candi yang namanya termasyhur di seluruh penjuru dunia itu. Ada pula yang berniat
belajar, yaitu mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan candi tersebut.
Pada
umumnya wisatawan berdecak kagum begitu melihat bangunan candi yang
spektakuler. Candi yang amat besar dan indah sebagai bukti kejayaan leluhur
bangsa Indonesia.
Semuanya terbuat dari batu-batu besar berukir. Mereka tercengang menyaksikan
pahatan yang rumit di seluruh permukaan candi. Hebatnya, pahatan relief itu
memaparkan cerita lengkap bak sebuah buku yang amat tebal. Sebuah “buku” yang
paling unik dan tahan lama sampai ribuan tahun.
Selain
menjadi tujuan wisata, Borobudur merupakan
jejak peradapan manusia. Borobudur merupakan
peninggalan sejarah dan kebudayaan Budha. Hal ini bisa kita lihat saat
peringatan hari Waisyak yang selalu diadakan di candi Borobudur.
Dalam Perayaan Waisyak
Nasional, ribuan umat mengawali prosesi dari
Candi Mendut, menuju Candi
Borobudur, melintasi Candi Pawon. Dalam
prosesi tersebut dibawah
sarana-sarana puja berupa buah, air, api, dan benda-
benda suci keagamaan Budha, relik
Sang Budha, kitab suci, bendera Merah
Putih, Bendera Budhis, dan pataka-pataka para Majelis. Para umat melakukan
prosesi dengan khidmat, mensucikan
hati dan pikiran untuk menerima berkah
Waisyak.
Pada malam Waisyak, khususnya saat detik-detik puncak
bulan purnama, penganut Budha berkumpul
mengelilingi Candi Borobudur. Pada saat itu, Candi Borobudur dipercayai sebagai
tempat berkumpulnya kekuatan supranatural. Candi Borobudur menjadi tempat suci
bagi penganut agama Budha di Indonesia
dan menjadi pusat perayaan Waisyak.
Judul yang tepat
dapat memberikan gambaran isi keseluruhan tulisan. Judul yang menarik membuat
pembaca ingin mengetahui isinya. Mengingat hal itu, maka dalam karya tulis ini
diajukan judul,” Mengenal Candi Borobudur
Sebagai Salah Satu Peninggalan Agama Budha”. Ada
beberapa alasan dipilihnya judul tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Karena Candi Borobudur merupakan
peninggalan sejarah dengan
peradaban yang tinggi
2.
Karena Candi Borobudur merupakan Candi terbesar di
dunia sehingga menjadi obyek Wisata yang menarik
3.
Karena Candi Borobudur merupakan salah satu keajaiban
dunia. Hal ini bisa kita lihat dari Wisatawan Asing yang berkunjung di Candi
Borobudur.
4.
Karena Candi Borobudur merupakan peninggalan Agama
Budha di Indonesia dan menjadi pusat perayaan Waisyak.
1.2. Pembatasan
Masalah
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis membatasi bahasan
pada permasalahan yaitu mengenalkan Borobudur sebagai salah satu peninggalan agama Budha.
Terutama tradisi yang dilaksanakan tiap tahun yaitu dalam perayaan hari raya
pemeluk agama Budha (Waisyak).
1.3
. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar
belakang masalah dan pembatasan masalah, maka dapat ditarik satu rumusan
masalah dalam masalah ini. Adapun rumusan masalah yaitu :
1.
Bagaimanakah sejarah Candi Borobudur?
2. Apakah hubungan antara Candi Borobudur
dengan kebudayaan agama Budha?
1.4. Tujuan dan manfaat Penulisan
Maksud yang hendak penulis
sampaikan dalam menyusun karya tulis ini
adalah:
1. Sebagai salah satu syarat kenaikan kelas
XI ke kelas XII SMA Sint Louis
Semarang
tahun pelajaran 2010/2011.
2.
Untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup mengenai candi
Borobudur kaitannya dengan kebudayaan Budha.
3. Untuk mendapatkan pengetahuan tentang
hal-hal yang berhubungan dengan candi Borobudur.
4. Agar setiap orang bisa menjaga dan
melestarikan candi Borobudur.
1. 5. Sistematika Penulisan
Dalam
penyusunan karya tulis agar pembaca dapat memahami isinya maka penulis menyusun
sistematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, alasan
pemilihan judul, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penyusunan karya
tulis, sistematika penulisan
Bab II Landasan
teori. Bab ini terdiri atas
pengertian Candi, nama Borobudur, legenda Borobudur, Teori Sejarah,
Bab III Metodologi penelitian. Bab ini terdiri atas metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penyusunan karya tulis
Bab IV Pembahasan masalah. Bab ini menjelaskan
tentang sejarah Candi Borobudur dan sebagai salah satu peninggalan Agama
Budha
Bab V Kesimpulan dan saran
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian
Candi
Di
Indonesia banyak sekali bangunan candi, terutama di Pulau Jawa. Ada Candi peninggalan agama Hindu, adapula
Candi peninggalan agama Budha. Candi peninggalan agama Budha diantaranya Candi
Mendut, Candi Pawon, dan Candi Borobudur.
“Candi ialah bangunan-bangunan kuno dibuat dari batu.” (Poerwadarminta,1984:183).
Candi dalam pengertian umum adalah bangunan pemujaan
yang berasal dari jaman sebelum masuknya agama Islam. Kata Candi diambil dari
kata Candika yaitu salah satu nama untuk Durga sebagai Dewi Maut. Bangunan
Candi biasanya digunakan sebagai tempat untuk memuliakan orang yang telah mati,
khususnya raja-raja dan orang-orang
terkemuka. Yang dikuburkan bukan mayat
ataupun abu jenasah tetapi bermacam-macam benda. Dalam bahasa kawi : Cinandi.
Benda-benda ini disebut Pripih yang dianggap sebagai lambang zat-zat
jasmani dari Sang Raja yang telah kembali menyatu dengan dewa penitisnya.
Karena Raja adalah keturunan dewa (kultus Dewa Raja)
2.2
Asal-asul Candi
Borobudur
Menurut
cerita rakyat daerah Magelang yang berbentuk dongeng. Dongeng adalah cerita
khayal. Yang diceritakan dalam dongeng tentu saja tidak benar-benar terjadi. Meskipun
demikian, dongeng banyak manfaatnya. Dongeng berfungsi untuk menghibur.
Pengarang dongeng menghibur pembaca atau pendengar. Selain menghibur, dongeng
juga memberi pendidikan, terutama pendidikan moral.
Dongeng sangat digemari, baik oleh anak-anak maupun
oleh orang tua. Buktinya, dongeng berkembang terus. Dongeng yang semula lokal
seperti dongeng Kancil menyebar secara Nasional. Artinya, dongeng yang semula
beredar di daerah tertentu ternyata menyebar dan dikenali masyarakat secara
nasional. Bahkan dongeng-dongeng seperti Cinderela, Pinokio, Putri Salju mampu
berkembang ke seluruh dunia.
Cerita rakyat yang berbentuk dongeng itu sampai
sekarang masih hidup dan berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat masih
lestari di berbagai daerah. Demikian pula di Magelang, Jawa Tengah, tempat
Candi Borobudur dibangun. Sampai sekarang masih dapat ditemui cerita rakyat
tentang asal mula nama Candi Borobudur.
a. Legenda Borobudur
Legenda adalah dongeng yang berkaitan dengan nama
suatu tempat (Kota,
Gunung, Sungai, dan lain–lain). Ceritanya dicari-cari yang pada akhirnya
menjadi sebab munculnya nama tempat yang di ceritakan.
“Cerita dari zaman dahulu yang bertalian dengan
peristiwa-peristiwa sejarah” ( Poerwadarminta, 1984 : 578 ).
Pada jaman dahulu Pulau Jawa tanahnya sangat tandus
sehingga tidak bisa untuk bercocok
tanam. Kemudian penduduk mencari seorang sakti namanya Syehk Subakir agar
membantu menyuburkan tanah yang gersang itu menjadi tanah yang gembur. Dengan
harapan agar penduduk bisa bercocok tanam.
Syehk Subakir terus berdoa siang dan malam. Sampai
suatu saat dia mendapat wangsit (bisikan gaib), yang memberi harapan, Sesuai
dengan wangsit yang diterimanya, pagi-pagi Syehk Subakir mendaki gunung Tidar.
Dari puncak Tidar, ia berjalan mundur ke arah Selatan. Pelann tetapi
langkah-langkahnya pasti. Lepas tengah hari, punggungnya menabrak sebuah bangunan
yang kokoh menyerupai sebuah bukit. Bangunan itu seluruhnya terbuat dari batu.
Siapa yang membangun? Syek Subakir juga tidak tahu. Yang ia ketahui dari
wangsit, disitu ada tempat yang amat mujarab untuk berdoa. Syek Subakir lalu
berdoa siang malam agar Pulau Jawa subur makmur.
Aneh bin ajaib dalam waktu yang tidak terlalu lama
tanda-tanda bahwa doanya terkabul sudah tampak. Hujan muali turun. Mula-mula
hanya hujan gerimis lama-lama menjadi hujan deras. Hujan deras yang sering
turun itu menyebabkan Pulau Jawa menjadi subur. Oleh karena kegiatan berdoa
yang dilakukan Syek Subakir dibangunan itu dimulai dengan berjalan mundur maka
bangunan itu diberi nama berjalan mundur, lama-lama menjadi Bermundur, dan
akhirnya Borobudur. Itulah ceritanya, mengapa
candi besar itu diberi nama Borobudur.
b.
Nama Borobudur
Banyak
penjelasan mengenai nama Borobudur. Salah satunya menyatakan bahwa nama asli
Borobudur ialah Bhumi Sambhara Budhara.
Nama itu dari bahasa sansekerta yang berarti ’bukit himpunan kebajikan sepuluh
tingkatan bodhisatwa’. Penjelasan lain mengatakan, Sambhara Budhara itu mempunyai arti’gunung (bhudara) yang di
lereng-lerengnya terletak teras-teras’. Selain itu, ada yang mengatakan bahwa
menurut etimologi rakyat, kata borobudur berasal
dari ucapan ” para Budha” yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur.
Penjelasan lain, borobudur berasal dari dua kata, yaitu bara dan beduhur. Kata bara konon berasal dari kata vihara yang berarti ’biara’atau’asrama’atau’kompleks candi’. Kata beduhur artinya’ tinggi’ ( dalam bahasa
bali beduhur berarti ’diatas’ dan bahasa Jawa dhuwur
berarti ’tinggi’ ). Jadi, Borobudur
dapat diartikan’ sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi (bukit)’.
2.3
Teori
Sejarah
Teori
adalah suatu perangkat kaidah yang memandu sejarawan dalam menyusun bahan-bahan
(data) yang diperolehnya dari analisis sumber dan juga dalam mengevaluasi hasil
penemuannya. Teori berfungsi sebagai alat analisis serta sintesis sejarah.
Teori pada
dasarnya adalah seperangkat proposisi yang menerangkan bahwa konsep-konsep tertentu adalah saling bertalian dengan
cara-cara tertentu. Proposisi-proposisi yang menceritakan bagaimana pertalian
dasar konsep adalah definisi, dalil, dan hipotesis.
Teori
dalam disiplin sejarah biasanya dinamakan kerangka referensi atau’skema pendahuluan’.
Dalam pengertian lebih luas teori adalah suatu perangkat kaidah yang memandu
sejarawan dalam menyatukan bahan-bahan (data) yang diperolehnya dari analisis
sumber dan juga dalam mengevaluasi hasil penemuannya (Basis, Oktober 1992 : 362
).
Teori akan
dipandang sebagai bagian-bagian pokok ilmu sejarah apabila penulisan atas suatu
peristiwa itu sampai pada upaya melakukan analisis atas faktor-faktor kausal
kondisional, konstektual, dan unsur-unsur yang merupakan komponen dan eksponen dari
penjelasan sejarah (Kartodirdjo,1992 : 2).
Sementara pendekatan berfungsi sebagai pokok
metodologi apabila pendekatan itu dapat dioperasionalkan dengan bantuan
seperangkat konsep teori.
Kata sejarah
berasal dari bahasa Arab, yaitu syajaratun yang berarti pohon, artinya
sebuah pohon yang terus berkembang dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang
lebih kompleks atau lebih maju.
Dalam bahasa Inggris, kata sejarah (history)
berarti masa lampau umat manusia. Dalam bahasa Jerman, kata sejarah (geschicht)
berarti sesuatu yang telah terjadi. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
yang ditulis oleh W.J.S. Poerwadaraminta menyebutkan bahwa sejarah mengandung
tiga pengertian sebagai berikut:
1.
Sejarah berarti silsilah atau asal usul.
2.
Sejarah berarti kejadian dan peristiwa yang benar-benar
terjadi pada masa lampau.
3.
Sejarah berarti ilmu, pengetahuan, cerita pelajaran
tentang kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
Beberapa pengertian sejarah yang dikemukakan oleh para
ahli adalah sebagai berikut.
1.
J.V. Bryce, Sejarah adalah catatan dari apa yang telah
dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat oleh manusia.
2.
W.H. Walsh, Sejarah itu menitikberatkan pada pencatatan
yang berarti dan penting saja bagi manusia. Catatan itu meliputi
tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman manusia di masa lampau pada hal-hal
yang penting sehingga merupakan cerita yang berarti.
3.
Patrick Gardiner, Sejarah adalah ilmu yang mempelajari
apa yang telah diperbuat oleh manusia.
4.
Roeslan Abdulgani, Ilmu sejarah adalah salah satu
cabang ilmu pengetahuan yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis
keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta
kejadian-kejadian dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh
hasil penelitiannya tersebut, untuk selanjutnya dijadikan perbendaharaan
pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa
depan.
5.
Moh. Yamin, Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang
disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan
bahan kenyataan.
6.
Ibnu Khaldun (1332-1406), Sejarah didefinisikan sebagai
catatan tentang masyarakat umum manusia atau peradaban manusia yang terjadi
pada watak/sifat masyarakat itu.
7.
Moh. Ali, dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia,
mempertegas pengertian sejarah sebagai berikut:
a. jumlah
perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
b. cerita
tentang perubahan-perubahan, kejadian, atau peristiwa dalam kenyataan di
sekitar kita.
c. ilmu
yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian, dan atau peristiwa
dalam kenyataan di sekitar kita.
Dari beberapa uraian di atas dibuat kesimpulan sederhana
bahwa sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa
atau kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia.
Dalam kehidupan manusia, peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang
abadi, unik, dan penting.
1. Peristiwa
yang abadi; peristiwa sejarah tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepanjang
masa.
2. Peristiwa
yang unik; peristiwa sejarah hanya terjadi satu kali dan tidak pernah terulang
persis sama untuk kedua kalinya.
3. Peristiwa
yang penting; peristiwa sejarah mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang
banyak.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Pengertian
Ada
beberapa pengertian metodologi penelitian menurut para ahli.
Pendapat-pendapat tentang
pengertian metodologi penelitian itu adalah sebagai
berikut:
1.
Metodologi penelitian yaitu strategi umum yang dianut
dalam pengumpulan dan analisis data yang dipergunakan guna menjawab persoalan
(Arikunto,1982 : 50).
2.
Metodologi penelitian adalah penyelidikan yang seksama dan teliti terhadap
suatu subjek untuk menemukan fakta-fakta guna menghasilkan produk baru,
memecahkan suatu masalah, atau untuk menyokong atau menolak suatu teori (Abdurahman,
dudung 2007 : 53 )
3.
Metodologi penelitian yaitu seperangakt aturan dan
prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber – sumber sejarah secara efektif,
menilainya secara ktritis dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai
dalam bentuk tertulis (Gilbert J. Garraghan 1957 : 33 ).
Berdasarkan pendapat – pendapat tersebut, maka dapat disimpulkanbahwa
metodologi penelitian yaitu suatu cara
yang ditempuh untuk menemukan dan
menganalisis, serta menguji kebenaran
suatu pengetahuan untuk mencapai tujuan
penelitian.
3.2
Metode dan
Pendekatan Penelitian
“Metode
yaitu suatu cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu
maksud dalam ilmu pengetahuan, dan sebagainya.” (Poerwadarminta, 1985 : 649).
“Metode
ilmiah yaitu cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan
penjelasan kebenaran.” (Nasir,1999 : 42).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif kualitatif.
Metode diskriptif kualitatif merupakan penggambaran data-data yang bersifat
kualitatif, artinya data-datanya merupakan suatu nilai-nilai, bukan dalam
bentuk angka.
”Metode diskriptif yaitu suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia,
suatu objek, suatu set kondisi suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah
untuk membuat diskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki.” (Nasir,1999 : 63)
”Data kualitatif yaitu data yang
digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut
kategori untuk memperoleh kesimpulan.” (Nasir,1999 : 245).
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penyusunan karya tulis
ini adalah :
a. Metode
observasi( penelitian langsung)
Metode observasi yaitu cara atau teknik mngumpulkan data
dengan mengadakan penelitian atau pengamatan secara langsung.
b.
Metode interview( wawancara)
Teknik
mengumpulkan data dengan melakukan wawancara.
c. Metode pustaka ( membaca buku-buku)
Metode pustaka yaitu metode dalam
penyusunan karya tulis dengan cara membaca brosur atau buku-buku.
3.3
Objek Penelitian
Objek
yaitu hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan
(Poerwadaminta,1985 : 683).
Adapun
yang menjadi objek di dalam ini yaitu
Candi Borobudur sebagai salah satu peninggalan agama Budha.
3.4
Sumber Data
Sumber data penelitian
yaitu subjek dari mana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan
dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data (Arikunto,
1998 : 114). Adapun sumber data
penelitian ini diperoleh dari dokumen, observasi, dan wawancara.
3.5
Teknik
Pengumpulan Data
“Teknik yaitu cara
membuat atau melakukan sesuatu berkenaan dengan kesenian”. (Poerwadarminta,
1985 : 1035).
“Pengumpulan data yaitu suatu proses pengadaan data primer
untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data yaitu suatu prosedur yang sistematik
dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan”. ( Nasir, 1999 : 211).
“Mengumpulkan data yaitu
mengamati variabel yang diteliti dengan menggunakan metode interviuw, tes,
observasi, kuesioner, dan sebagainya”. (Arikunto, 1998 : 237).
Oleh karena objek penelitian ini adalah Candi Borobudur,
maka teknik pengumpulan datanya adalah mengadakan observasi, mengadakan
wawancara dengan petugas dan menggunakan teknik pustaka.
3.6
Teknik
Analisis Data
Dalam menganalisis data dalam penelitian ini
digunakan metode diskriptif analistis. Adapun langkah-langkah dalam
menganalisis data adalah sebagai berikut.
3.6.1
Diskripsi Data
Dalam
tahap diskripsi data, di identifikasikan data-data yang ada yang diperlukan
dalam penelitian.
3.6.2
Analisis Data
Dalam
tahap ini data-data yang sudah ditetapkan kemudian diklasifikasikan sesuai
dengan standar yang sudah ditetapkan
3.6.3
Interpretasi Data
Dalam
tahap ini data-data yang sudah
dikelompokan diolah secara terinci. Pengolahan data ini masih tetap sesuai
dengan memberikan penafsira-penafsiran. Cara menafsirkannya adalah dengan
memberikan penjelasan-penjelasan, ulasan-ulasan, atau komentar terhadap
data-data yang dianalisis.
3.6.4
Kesimpulan
Dalam
tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan dari keseluruhan kegiatan
analisis yang telah dilakukan. Kesimpulan yang diambil harus sesuai dengan
permasalahan yang diajukan yang dilakukan berdasarkan teori yang digunakan.
BAB IV
Pembahasan
4.1
Letak candi Borobudur
Letak candi Borobudur diatas danau, ini
dikemukakan oleh seorang seniman pada tahun 1931 bernama Nieuwenkamp. Pendapat itu didukung oleh penyelidikan di sekitar
candi, yang antara lain menghasilkan pengetahuan bahwa nama-nama desa yang
berawalan ”tanjung ” semuanya terletak di atas garis tinggi yang sama, yaitu
235 meter di atas permukaan laut. Apalagi Candi Pawon dan Candi Mendut yang
letaknya berdekatan dengan Candi Borobudur juga terletak di atas garis tinggi itu.
Berdasarkan bukti-bukti itu, Nieuwenkamp menduga kuat bahwa Dataran Kedu di
bawah garis tinggi 235 meter dahulunya merupakan sebuah danau yang luas. Candi
Borobudur ”mengapung” ditengahnya, sedangkan Candi Pawon dan Candi Mendut
terletak di tepi danau. Akan tetapi, pendapat Nieuwenkamp tentang letak
Borobudur di tengah danau itu, dianggap tidak masuk akal oleh Van Erp. Karena
itu, pemugar Borobudur awal abad kedua puluh itu menentangnya dengan segala
kemampuan. Pertentangan yang berlarut-larut itu telah mengundang para ahli lain
untuk melakukan penyelidikan geologi di daerah sekitar candi. Untuk sementara,
hasilnya dinilai dapat menguatkan pendapat Nieuwenkamp. Namun, luas danau di
daerah pertemuan Sungai Progo dan Sungai Elo itu masih menjadi perdebatan tiada
henti. Masih perlu bukti-bukti pendukung lain agar kesimpulannya mendekati
kenyataan.
Bukti lain itu, dapat dilihat nama-nama kampung
atau desa di sekitar candi. Tidak jauh dari Candi Borobudur ada kampung bernama
Bumi Segara, salah satu kampung di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur,
Kabupaten Magelang. Besar kemungkinan, kampung itu dinamakan Bumi Segara karena
pada mulanya berwujud segara atau laut. Di pinggir kampung itu ada jalan,
yang oleh masyarakat disebut Jalan Ngrawa. Kata bahasa Jawa ngrawa artinya ’tempatnya rawa’ atau ’
menjadi rawa’. Nama kampung dan jalan itu memberi petunjuk kuat bahwa sekitar
Bororbudur memang rawa-rawa atau danau.
Jika Borobudur benar-benar berada di
tengah danau, alangkah indahnya. Borobudur merupakan karya seni dan teknologi
yang spektakuler. Tentu banyak pengunjung yang berdecak kagum, terpesona, dan
bahkan mungkin terkesima melihat keajaiban duinia itu.
Sayang, keindahan itu tidak dapat
dinikmati selamanya. Pada suatu hari, tiba-tiba saja Borobudur lenyap seketika.
Letusan Gunung Merapi yang dahsyat telah memporakporandakan Jawa Tengah dan
mengubur Borobudur. Menurut catatan para ahli gunung, letusan dahsyat itu
terjadi tahun 1006. Beberapa abad kemudian terjadi lagi letusan dahsyat yang
mengakibatkan Borobudur terpendam semakin dalam. Borobudur benar-benar hilang,
baik wujud fisiknya maupun ceritanya. Tak ada yang mengabarkan Borobudur selama
berabad-abad kemudian. Rupanya semua orang yang tahu tentang Borobudur waktu
itu, juga ikut terkubur. Borobudur menjadi misteri berabad-abad.
a.
Pendiri candi Borobudur
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga,
salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan
prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan
bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824,
hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun.
Sejarawan J. G . de Casparis dalam
disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada tahun 1950 berpendapat bahwa
Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan
Kahuluan, Casparis memperkirakan bahwa Borobudur didirikan sekitar tahun 824 M
oleh raja dari dinasti Syailendra bernama Samaratungga. Bangunan raksasa itu
baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan
Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad.
Dari penjelasan diatas nyatalah bahwa
para ahli sejarah masih berbeda pendapat mengenai kapan dimulai dan kapan
selesainya pembangunan Borobudur. Tetapi, perbedaannya tidak terlalu jauh,
yaitu semuanya sepakat bahwa Borobudur dibangun pada abad ke-9 Masehi. Proses
pembangunannya memakan waktu antara setengah sampai satu abad, oleh seorang
raja yang dilanjutkan oleh penggantinya.
Dalam wujudnya seperti yang terlihat
sekarang, pembangunan Borobudur tidak dilaksanakan sekali jadi. Artinya,
rencana dan pelaksanaan pembangunan candi itu pernah mengalami perubahan
beberapa kali. Ada petunjuk bahwa perubahan itu sebagian besar dilaksanakan
ketika sebagian besar bangunannya telah berdiri. Meskipun demikian, kapan pembangunan
dimulai, kapan diadakan perubahan, dan kapan selesainya, masih tetap
menimbulkan pertanyaan. Tetapi,
peneliti memperkirakan tahap pembangunan dan perubahan itu sebagai berikut.
1. Tahap Pertama
Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti
(diperkirakan antara 750 dan 850 M). Pada awalnya dibangun tata susun
bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian
diubah. Buktinya, ada tata susun yang dibongkar.
2. Tahap Kedua
Pondasi Borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu
undak lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar.
3. Tahap Ketiga
Undak atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan dan
diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini
dengan satu stupa besar di tengahnya.
4. Tahap Keempat
Ada perubahan kecil seperti pembuatan relief, perubahan tangga, dan
lengkung atas pintu.
Pembangunan suatu candi
pada umumnya bertujuan untuk memuliakan
seorang raja yang telah wafat dan telah bersatu kembali dengan dewa. Maka candi
sekaligus merupakan ungkapan yang nyata dari rasa hormat yang mendalam terhadap
keluhuran orang tua dan kesadaran yang mendalam pula terhadap kebesaran agama.
Dalam hal ini Candi Borobudur merupakan contoh yang sangat menarik: bentuknya
sebagai punden berundak-undak mewakili ciri khas bangunan yang diperuntukkan
bagi pemujaan roh nenek moyang, dan susunannya yang diperjelas dengan
ukiran-ukiran menggambarkan pandangan hidup agama Budha. Berapa lamanya Candi
Borobudur itu menjalankan fungsinya sebagai
mercusuar kebesaran keluarga raja Syailendra dan ke-agungan agama Budha
tidak diketahui dengan pasti. Yang diketahui hanyalah Borobudur itu’ terkubur’
material letusan Gunung Merapi diperkirakan tahun 1006 M.
b.
Bentuk candi Borobudur
Candi Borobudur berbentuk punden
berundak, yang terdiri dari sepuluh tingkat, yaitu: enam tingkat bebentuk bujur
sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai
puncaknya. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah
direnovasi karena tingkat paling bawah dijadikan penahan. Borobudur yang
bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahyana.
Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisatwa yang harus dilalui untuk
mencapai kesempurnaan menjadi Budah.
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih
dikuasai oleh kama atau ”nafsu rendah
”. Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat
untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan
ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga.
Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat
melihat relief pada bagian ini.
Empat lantai dengan dinding berelief
di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu.
Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat
membebaskan diri dari nafsu, tetapi
masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melembangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Budha terdapat
pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade
atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh
dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah
lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, yakni manusia sudah bebas dari segala keinginan dan
ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Budha
ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam
kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.
Tingkatan tertinggi yang
menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan
tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang . Di dalam stupa terbesar
ini pernah ditemukan patung Budha yang tidak sempurna atau disebut juga unfinished Budha, yang disalahsangkakan
sebagai Adibudha. Padahal berdasarkan hasil penelitian lebih lanjut, tidak
pernah ada patung pada stupa utama. Patung yang tidak selesai itu merupakan
kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. Menurut kepercayaan, patung yang salah
dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang
dilakukan di halaman candi menemukan banyak patung seperti itu.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang
pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang
merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi
tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Budha diperkirakan melakukan
upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan.
4.2
Relief candi Borobudur
Candi Borobudur dilapisi pahatan relief
yang menkjubkan. Seluruh permukaan dinding-dinding dan langkan-langkan
Borobudur yang luasnya tidak kurang dari
2.500 meter persegi penuh dengan pahat-pahatan relief. Relief-relief itu ada
yang merupakan cerita, ada pula yang berupa bidang hias belaka. Yang
menggambarkan cerita itu dibagi dalam kotak-kotak menurut adegannya menjadi
pigura-pigura. Semuanya berjumlah 1.460 pigura, yang tersusun menjadi sebelas
deretan mengitari candi, dengan ukuran panjang lebih dari 3.000 meter.
Relief-relief yang berupa hiasan dipahat berkotak-kotak pula, tetapi
masing-masing berdiri sendiri. Seluruhnya berjumlah 1.212 pigura.
Semua relief cerita yang memenuhi permukaan
dinding-dinding candi harus dibaca dari kanan ke kiri, sedangkan cerita-cerita
yang dipahatkan pada dalam pagar langkan dari kiri ke kanan. Hal itu disebabkan
oleh kebiasaan peziarah menelusuri lorong-lorong menurut pradaksina, yaitu berjalan keliling mengitari candi menurut arah
jarum jam sebagai upacara penghormatan dengan selalu menyebelah-kanankan pusat
candi.
Pembacaan cerita-cerita relief itu senantiasa dimulai, dan juga berakhir
pada pintu gerbang sisi timur disetiap tingkat. Mulainya disebelah kiri, dan
berakhirnya disebelah kanan pintu gerbang tersebut. Dengan demikian nyata
sekali bahwa tangga sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya, atau
yang utama, yang menuju ke puncak bangunannya. Dengan perkataan lain, candi itu
menghadap ke timur meskipun sisi lainnya serupa benar.
Pahatan relief itu mengungkapan
berbagai macam cerita. Bagan berikut menggambarkan susunan dan pembagian
relief-relief cerita yang menghiasi Candi Borobudur.
Tingkat
|
Posisi/Letak
|
Cerita Relief
|
Jml. Pigura
|
Kaki candi asli
|
-------------
|
Karmawibhangga
|
160 pigura
|
Tingkat I
|
Dinding
|
a. Lalitawistara
|
120 pigura
|
--------------
|
-------
|
b. Jataka/Awadana
|
120 pigura
|
-------
|
Langkan
|
a. jataka/awadana
|
372 pigura
|
-------
|
--------
|
b. jataka/awadana
|
128 pigura
|
Tingkat II
|
Dinding
|
Gandawyuha
|
128 pigura
|
-----------
|
Langkan
|
Jataka/awadana
|
100 pigura
|
Tingkat III
|
Dinding
|
Gandawyuha
|
88
pigura
|
-----------
|
Langkan
|
Gandawyuha
|
88
pigura
|
Tingkat IV
|
Dinding
|
Gandawyuha
|
84
pigura
|
-----------
|
Langkan
|
Gandawyuha
|
72
pigura
|
----------
|
Jumlah
|
------------
|
1. 460 pigura
|
Semua cerita yang diabadikan dalam bentuk relief
mempunyai makna yang dalam. Cerita-cerita itu dipahatkan di batu agar dapat
dinikmati keindahannya dan dapat dibaca oleh generasi-generasi berikutnya. Secara
ringkas, makna cerita relief dipaparkan dibawah ini.
a.
Karmawibhangga

Relief Karmawibhangga berada di kaki
candi dalam keadaan tertutup rapat. Orang yang pertama-tama menemukannya adalah YW Ijerman pada tahun 1885. Orang Belanda itu kemudian membongkar
penutup relief satu per satu, meneliti,
dan mengabadikan dengan kamera. Hasil kerjanya di bukukan dan buku itu sampai
sekarang masih tersimpan di Museum Tropen Amsterdam.
Pada zaman penjajahan Jepang, pada
tahun 1943, seorang pejabat Jepang tertarik untuk melihat relief tersebut.
Keinginan itu dilatarbelakangi oleh rumor yang beredar bahwa relief
Karmawibhangga menampilkan gambar-gambar mengerikan tentang neraka.
Mengapa relief Karmawibhangga sengaja ditutup? Alasannya
belum diketahui sampai sekarang. Namun, para peneliti memperkirakan bahwa
alasan penutupan itu demi keselamatan bangunan candi. Sebab, jika dibiarkan
terbuka, bangunan candi terancam ambles atau melesak ke dalam tanah.
Ada yang menarik dari relief
Karmawibhangga. Meskipun berisi ajaran Buhda dari India, pahatan dalam relief
itu menggambarkan lingkungan masyarakat Jawa. Relief tersebut dapat menjadi
sumber informasi mengenai kondisi masyarakat saat candi dibangun. Misalnya,
informasi tentang adanya rumah panggung dan pohon nangka.
Di muka sudah di jelaskan bahwa
relief Karmawibhangga memaparkan hukum sebab-akibat. Pada sisi kiri,
menjelaskan perbuatan yang menjadi penyebab, dan sisi kanannya memperlihatkan
hukuman atau balasan setimpal yang kelak akan diterima oleh orang yang
melakukannya. Misalnya, pada sisi kiri digambarkan orang yang durhaka terhadap
orangtuanya, dan sisi kanan digambarkan orang tersebut terjebak dalam api yang
menyala berkobar-kobar. Jadi, orang yang digambarkan terbakar itu disebabkan
oleh perbuatan mendurhakai orangtuanya.
b.
Lalitawistara
Merupakan penggambaran riwayat sang
Budha dalam deretan relief-relief(tetapi bukan merupakan riwayat yang
lengkap)yang dimulai dari turunnya sang Budha dari sorga Tusita, dan berakhir
dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Baranas. Relief ini berderet
dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief ebanyak
27 pigura yang di mulai dari tangga sisi timur. Ke 27 pigura tersebut
menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk
menyambut hadirnya penjelmaan terakhir sang Bodhisatwa selaku calon Budha.
Relief tersebut menggambarkan lahirnya
sang Budha di arcapada, sebagai Pangeran Sidharta, putra Raja Sudodana dan
Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang
berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai
Pemutaran Roda Dharma. Ajaran sang Budha disebut Dharma yang juga berarti
”hukum”. Dharma itu dilambangkan sebagai roda.
c.
Jataka dan Awadana
Jataka
adalah cerita tentang sang Budha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Sidharta.
Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang membedakan sang
Bodhisatwa dari makhluk lain. Sesungguhnya, pengumpulan jasa/perbuatan baik
merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ke tingkat ke-Budha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya
hampir sama dengan Jataka. Akan tetapi, pelakunya bukan sang Bodhisatwa,
melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita
Awadana. Pada relief candi Borobudur, Jataka dan Awadana diperlakukan sama,
artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan
yang paling terkenal dari kehidupan sang Bodhisatwa adalah Jatakamala atau
untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup padaabad ke-4 Masehi.
d.
Gandawyuha
Gandawyuha adalah cerita Sudhana yang
berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencara pengetahuan tertinggi
tentang Kebenaran Sejati. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada
kitab suci Budha Mahayana yang
berjudul ”Gandawyuha”, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab
lainnya yaitu Bhadracari.
Demikian paparan ringkas mengenai
relief yang menghiasi Candi Borobudur. Ternyata, cerita yang diungkapkan dalam
relief itu banyak sekali. Dengan demikian, dilihat dari banyaknya cerita, dapat
dikatakan bahwa Borobudur itu miripsebuah buku cerita yang lengkap.
4.3
Pemugaran candi Borobudur
Setelah terkubur sekitar delapan abad,
Borobudur ditemukan dalam keadaan rusak berat. Untuk membersihkan pepohonan, semak
belukar, dan tanah yang menimbuninya diperlukan tenaga beberapa ratus orang
selama berbulan-bulan. Hal itu baru upaya untuk menampakkan Borobudur agar
terlihat jelas bagaimana bentuknya secara utuh. Nah, untuk memulihkan kembali,
diperlukan upaya pemugaran yang dilaksanakan beberapa kali. Tahap-tahap
persiapan dan pemugaran candi itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.
1814
– Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa,
mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles
memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit
yang dipenuhi semak belukar.
2.
1873 – monografi pertama tentang candi
diterbitkan.
3.
1900 – pemerintahan Hindia Belanda menetapkan
sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
4.
1907 – Theodoor van Erp memimpin pemugaran
hingga tahun 1911.
5.
1926
– Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise
dan Perang Dunia II.
6.
1956
– pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke
Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
7.
1963
– pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur,
tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
8.
1968
– pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk
menyelamatkan Borobudur.
9.
1971
– pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai
Prof.Ir.Roosseno.
10.
1972
– International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai
negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan
5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika
Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
11.
10 Agustus 1973 – Presiden Soeharto meresmikan
dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran
selesai pada tahun 1984
12.
21 Januari 1985 – terjadi serangan bom yang
merusakkan beberapa stupa pada candi Borobudur
yang kemudian segera diperbaiki kembali.
13.
1991 – Borobudur
ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.
4.4
Hubungan candi Borobudur dengan kebudayaan
agama Budha
Borobudur difungsikan
sebagai tempat ibadah umat beragama Budha. Salah satu ritual ibadah yang
melibatkan ribuan umat adalah perayaan Hari Raya Waisyak.
Hari Raya Waisyak merupakan Hari suci Agama Budha. Hari Waisak juga
dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Saga dawa di
Tibet, Vesak di Mlaysia, dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di
SriLanka. Nama itu diambil dari bahasa pali Wesakha, yang juga terkait dengan
kata dari bahasa Sansekerta Waishaka. Dalam sistem penanggalan India Kuna,
Waisak adalah nama salah satu bukan.
Hari Raya Waisak dirayakan pada bulan Mei (tahun biasa) atau Juni
(tahun kabisat), ketika bulan berbentuk bulat penuh(purnama sidhi) untuk memperingati 3 (tiga) peristiwa penting,
yaitu sebagai berikut.
1.
Lahirnya
Pangeran Siddharta di Taman Lumbini pada tahun 623 SM.
2.
Pangeran
Siddharta mencapai Penerangan Agung dan menjadi Budha di Buddha-Gaya (Bodhgaya)
dalam usia 35 tahun pada tahun 588SM, dan
Buddha Gautama mangkat di Kusinara dalam usia 80 tahun pada tahun 543 SM. Tiga peristiwa itu dinamakan
”Trisuci Waisak”. Trisuci Waisak diputuskan dalam sidang
pertama Persaudaraan Buddhis Sedunia (World Fellowship of Buddhists) di Sri
lanka pada tahun 1950.
Perayaan Trisuci Waisak
secara nasional dipusatkan di Kompleks Candi Borobudur (termasuk Candi Mendut
dan Candi Pawon). Rangkaian acaranya, secara pokok sebagai berikut:
1. Pengambilan air berkat dari mata air
(umbul) Jumprit di Kabupaten Temanggung
dan penyalaan obor menggunakan sumber api abadi Mrapen, Kabupaten
Grobogan.
2. Ritual”Pindatapa”, suatu ritual pemberian
bahan makanan kepada para biksu oleh masyarakat (umat) untuk mengingatkan bahwa
para biksu mengabdikan hidupnya hanya untuk berpuja bakti tanpa melakukan
kegiatan yang berkaitan dengan mata pencarian atau pekerjaan.
3. Semadi pada detik-detik puncak bulan
purnama. Penentuan bulan purnama ini adalah berdasarkan perhitungan falak,
sehingga puncak purnama dapat terjadi pada siang hari.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Candi Borobudur merupakan candi peninggalan Agama Budha yang
terletak di desa Borobudur, Kota Magelang,
Jawa Tengah. Candi Borobudur difungsikan sebagai tempat ibadah umat Budha.
Setiap tahun umat Budha mengadakan perayaan Hari Raya Waisyak di candi Borobudur.
Candi Borobudur merupakan peninggalan sejarah
dengan peradaban yang tinggi
perlu kita jaga kelestariannya karena bisa menjadi objek wisata yang menarik
sehingga mendatangkan keuntungan bagi negara kita terutama yaitu bisa
mendatangkan devisa.
Candi
Borobudur merupakan candi terbesar yang termasuk salah satu, dari tujuh
keajaiban dunia sehingga ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO.
5.2
Saran-saran
Penulis
akan memberikan saran-saran kepada pembaca khususnya dan kepada masyarakat atau
bangsa Indonesia
pada umumnya. Saran yang dapat kami
sampaikan antara lain adalah sebagai berikut :
a. Sebagai pelajar sekaligus sebagai generasi
muda harapan bangsa harus bisa menjaga dan melestarikan candi Borobudur.
b. Sebagai generasi penerus kita harus
belajar dengan tekun agar kita bisa mengenalkan kemegahan candi Borobudur
kepada seluruh dunia.
c. Sebagai warga negara yang baik kita bisa
ikut ambil bagian dalam menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung candi
Borobudur.