Jumat, 12 Juli 2013

HUBUNGAN CANDI BOROBUDUR DENGAN KEBUDAYAAN BUDHA





NAMA: DOMINICUS HARY MAHARDHIKA 
KELAS : B
JURUSAN : ILMU PERPUSTAKAAN
NIM: 13040112130079
FAKULTAS ILMU BUDAYA




BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.    Latar belakang masalah
Sudah lama Candi Borobudur terkenal namanya..Setiap hari ratusan, bahkan ribuan orang mengunjunginya. Mereka datang dari berbagai daerah , banyak pula yang datang dari mancanegara seperti Jepang, Amerika, Belanda,dan lain-lain. Tujuannya bermacam-macam.Ada yang penasaran ingin tahu secara langsung candi yang namanya termasyhur di seluruh penjuru dunia itu. Ada pula yang berniat belajar, yaitu mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan candi tersebut.
            Pada umumnya wisatawan berdecak kagum begitu melihat bangunan candi yang spektakuler. Candi yang amat besar dan indah sebagai bukti kejayaan leluhur bangsa Indonesia. Semuanya terbuat dari batu-batu besar berukir. Mereka tercengang menyaksikan pahatan yang rumit di seluruh permukaan candi. Hebatnya, pahatan relief itu memaparkan cerita lengkap bak sebuah buku yang amat tebal. Sebuah “buku” yang paling unik dan tahan lama sampai ribuan tahun.
            Selain menjadi tujuan wisata, Borobudur merupakan jejak peradapan manusia. Borobudur merupakan peninggalan sejarah dan kebudayaan Budha. Hal ini bisa kita lihat saat peringatan hari Waisyak yang selalu diadakan di candi Borobudur.
                        Dalam Perayaan Waisyak Nasional, ribuan umat mengawali prosesi dari    
            Candi Mendut, menuju Candi Borobudur, melintasi Candi Pawon. Dalam   
            prosesi tersebut dibawah sarana-sarana puja berupa buah, air, api, dan benda-   
            benda suci keagamaan Budha, relik Sang Budha, kitab suci, bendera Merah
            Putih, Bendera Budhis, dan pataka-pataka para Majelis. Para umat melakukan
            prosesi dengan khidmat, mensucikan hati dan pikiran untuk menerima berkah   
            Waisyak.
Pada malam Waisyak, khususnya saat detik-detik puncak bulan   purnama, penganut Budha berkumpul mengelilingi Candi Borobudur. Pada saat itu, Candi Borobudur dipercayai sebagai tempat berkumpulnya kekuatan supranatural. Candi Borobudur menjadi tempat suci bagi penganut agama Budha di Indonesia dan menjadi pusat perayaan Waisyak.
Judul yang tepat dapat memberikan gambaran isi keseluruhan tulisan. Judul yang menarik membuat pembaca ingin mengetahui isinya. Mengingat hal itu, maka dalam karya tulis ini diajukan judul,” Mengenal Candi Borobudur Sebagai Salah Satu Peninggalan Agama Budha”.  Ada beberapa alasan dipilihnya judul tersebut yaitu sebagai berikut :
1.      Karena Candi Borobudur merupakan peninggalan sejarah dengan
      peradaban yang tinggi
2.      Karena Candi Borobudur merupakan Candi terbesar di dunia sehingga menjadi obyek Wisata yang menarik
3.      Karena Candi Borobudur merupakan salah satu keajaiban dunia. Hal ini bisa kita lihat dari Wisatawan Asing yang berkunjung di Candi Borobudur.
4.      Karena Candi Borobudur merupakan peninggalan Agama Budha di Indonesia dan menjadi pusat perayaan Waisyak.


1.2.    Pembatasan Masalah
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis membatasi bahasan pada          permasalahan yaitu mengenalkan Borobudur sebagai salah satu peninggalan agama Budha. Terutama tradisi yang dilaksanakan tiap tahun yaitu dalam perayaan hari raya pemeluk agama Budha (Waisyak).   

     1.3 .  Rumusan Masalah
           Berangkat dari latar belakang masalah dan pembatasan masalah, maka dapat ditarik satu rumusan masalah dalam masalah ini. Adapun rumusan masalah yaitu :
1.      Bagaimanakah sejarah Candi Borobudur?
2.      Apakah hubungan antara Candi Borobudur dengan kebudayaan agama Budha?


1.4.  Tujuan dan manfaat Penulisan
                  Maksud yang hendak penulis sampaikan dalam menyusun karya tulis ini 
            adalah:
1.      Sebagai salah satu syarat kenaikan kelas XI ke kelas XII SMA Sint Louis                 
Semarang tahun pelajaran 2010/2011.
2.      Untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup mengenai candi Borobudur kaitannya dengan kebudayaan Budha.
3.      Untuk mendapatkan pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan candi Borobudur.
4.      Agar setiap orang bisa menjaga dan melestarikan candi Borobudur.

     1. 5.   Sistematika Penulisan
      Dalam penyusunan karya tulis agar pembaca dapat memahami isinya maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut:
Bab I      Pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penyusunan karya tulis, sistematika penulisan
Bab  II    Landasan teori. Bab ini terdiri atas pengertian  Candi, nama Borobudur, legenda Borobudur, Teori Sejarah,
Bab III   Metodologi penelitian. Bab ini terdiri atas metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penyusunan karya tulis
Bab IV   Pembahasan masalah. Bab ini menjelaskan tentang sejarah Candi Borobudur dan sebagai salah satu peninggalan Agama Budha                                                                                                                                               
Bab  V    Kesimpulan dan saran 











BAB II
LANDASAN TEORI

2.1         Pengertian Candi
Di Indonesia banyak sekali bangunan candi, terutama di Pulau    Jawa. Ada Candi peninggalan agama Hindu, adapula Candi peninggalan agama Budha. Candi peninggalan agama Budha diantaranya Candi Mendut, Candi Pawon, dan Candi Borobudur.
“Candi ialah bangunan-bangunan kuno dibuat dari batu.”    (Poerwadarminta,1984:183).

Candi dalam pengertian umum adalah bangunan pemujaan yang berasal dari jaman sebelum masuknya agama Islam. Kata Candi diambil dari kata Candika yaitu salah satu nama untuk Durga sebagai Dewi Maut. Bangunan Candi biasanya digunakan sebagai tempat untuk memuliakan orang yang telah mati, khususnya raja-raja dan orang-orang  terkemuka. Yang dikuburkan bukan mayat  ataupun abu jenasah tetapi bermacam-macam benda. Dalam bahasa kawi : Cinandi. Benda-benda ini disebut Pripih yang dianggap sebagai lambang zat-zat jasmani dari Sang Raja yang telah kembali menyatu dengan dewa penitisnya. Karena Raja adalah keturunan dewa (kultus Dewa Raja)

2.2         Asal-asul Candi Borobudur
  Menurut cerita rakyat daerah Magelang yang berbentuk dongeng. Dongeng adalah cerita khayal. Yang diceritakan dalam dongeng tentu saja tidak benar-benar terjadi. Meskipun demikian, dongeng banyak manfaatnya. Dongeng berfungsi untuk menghibur. Pengarang dongeng menghibur pembaca atau pendengar. Selain menghibur, dongeng juga memberi pendidikan, terutama pendidikan moral.
Dongeng sangat digemari, baik oleh anak-anak maupun oleh orang tua. Buktinya, dongeng berkembang terus. Dongeng yang semula lokal seperti dongeng Kancil menyebar secara Nasional. Artinya, dongeng yang semula beredar di daerah tertentu ternyata menyebar dan dikenali masyarakat secara nasional. Bahkan dongeng-dongeng seperti Cinderela, Pinokio, Putri Salju mampu berkembang ke seluruh dunia.
Cerita rakyat yang berbentuk dongeng itu sampai sekarang masih hidup dan berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat masih lestari di berbagai daerah. Demikian pula di Magelang, Jawa Tengah, tempat Candi Borobudur dibangun. Sampai sekarang masih dapat ditemui cerita rakyat tentang asal mula nama Candi Borobudur.
a.  Legenda Borobudur
Legenda adalah dongeng yang berkaitan dengan nama suatu tempat (Kota, Gunung, Sungai, dan lain–lain). Ceritanya dicari-cari yang pada akhirnya menjadi sebab munculnya nama tempat yang di ceritakan.
“Cerita dari zaman dahulu yang bertalian dengan peristiwa-peristiwa sejarah” ( Poerwadarminta, 1984 : 578 ).

Pada jaman dahulu Pulau Jawa tanahnya sangat tandus sehingga tidak bisa untuk  bercocok tanam. Kemudian penduduk mencari seorang sakti namanya Syehk Subakir agar membantu menyuburkan tanah yang gersang itu menjadi tanah yang gembur. Dengan harapan agar penduduk bisa bercocok tanam.
Syehk Subakir terus berdoa siang dan malam. Sampai suatu saat dia mendapat wangsit (bisikan gaib), yang memberi harapan, Sesuai dengan wangsit yang diterimanya, pagi-pagi Syehk Subakir mendaki gunung Tidar. Dari puncak Tidar, ia berjalan mundur ke arah Selatan. Pelann tetapi langkah-langkahnya pasti. Lepas tengah hari, punggungnya menabrak sebuah bangunan yang kokoh menyerupai sebuah bukit. Bangunan itu seluruhnya terbuat dari batu. Siapa yang membangun? Syek Subakir juga tidak tahu. Yang ia ketahui dari wangsit, disitu ada tempat yang amat mujarab untuk berdoa. Syek Subakir lalu berdoa siang malam agar Pulau Jawa subur makmur.
Aneh bin ajaib dalam waktu yang tidak terlalu lama tanda-tanda bahwa doanya terkabul sudah tampak. Hujan muali turun. Mula-mula hanya hujan gerimis lama-lama menjadi hujan deras. Hujan deras yang sering turun itu menyebabkan Pulau Jawa menjadi subur. Oleh karena kegiatan berdoa yang dilakukan Syek Subakir dibangunan itu dimulai dengan berjalan mundur maka bangunan itu diberi nama berjalan mundur, lama-lama menjadi Bermundur, dan akhirnya Borobudur. Itulah ceritanya, mengapa candi besar itu diberi nama Borobudur.
b.    Nama Borobudur
Banyak penjelasan mengenai nama Borobudur. Salah satunya menyatakan bahwa nama asli Borobudur ialah Bhumi Sambhara Budhara. Nama itu dari bahasa sansekerta yang berarti ’bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan bodhisatwa’. Penjelasan lain mengatakan, Sambhara Budhara itu mempunyai arti’gunung (bhudara) yang di lereng-lerengnya terletak teras-teras’. Selain itu, ada yang mengatakan bahwa menurut etimologi rakyat, kata borobudur berasal dari ucapan ” para Budha” yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur.
            Penjelasan lain, borobudur berasal dari dua kata, yaitu bara dan beduhur.  Kata bara  konon berasal dari kata vihara yang berarti ’biara’atau’asrama’atau’kompleks candi’. Kata beduhur artinya’ tinggi’ ( dalam bahasa bali beduhur berarti ’diatas’ dan bahasa Jawa dhuwur berarti ’tinggi’ ). Jadi, Borobudur dapat diartikan’ sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi (bukit)’.




2.3         Teori  Sejarah
Teori adalah suatu perangkat kaidah yang memandu sejarawan dalam menyusun bahan-bahan (data) yang diperolehnya dari analisis sumber dan juga dalam mengevaluasi hasil penemuannya. Teori berfungsi sebagai alat analisis serta sintesis sejarah.
Teori pada dasarnya adalah seperangkat proposisi yang menerangkan   bahwa konsep-konsep tertentu adalah saling bertalian dengan cara-cara tertentu. Proposisi-proposisi yang menceritakan bagaimana pertalian dasar konsep adalah definisi, dalil, dan hipotesis.
Teori dalam disiplin sejarah biasanya dinamakan kerangka referensi atau’skema pendahuluan’. Dalam pengertian lebih luas teori adalah suatu perangkat kaidah yang memandu sejarawan dalam menyatukan bahan-bahan (data) yang diperolehnya dari analisis sumber dan juga dalam mengevaluasi hasil penemuannya (Basis, Oktober 1992 : 362 ).
Teori akan dipandang sebagai bagian-bagian pokok ilmu sejarah apabila penulisan atas suatu peristiwa itu sampai pada upaya melakukan analisis atas faktor-faktor kausal kondisional, konstektual, dan unsur-unsur yang merupakan komponen dan eksponen dari penjelasan sejarah (Kartodirdjo,1992 : 2).
Sementara pendekatan berfungsi sebagai pokok metodologi apabila pendekatan itu dapat dioperasionalkan dengan bantuan seperangkat konsep teori.   
Kata sejarah berasal dari bahasa Arab, yaitu syajaratun yang berarti pohon, artinya sebuah pohon yang terus berkembang dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih kompleks atau lebih maju.
Dalam bahasa Inggris, kata sejarah (history) berarti masa lampau umat manusia. Dalam bahasa Jerman, kata sejarah (geschicht) berarti sesuatu yang telah terjadi. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh W.J.S. Poerwadaraminta menyebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian sebagai berikut:
1.        Sejarah berarti silsilah atau asal usul.
2.        Sejarah berarti kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
3.        Sejarah berarti ilmu, pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
Beberapa pengertian sejarah yang dikemukakan oleh para ahli adalah sebagai berikut.
1.        J.V. Bryce, Sejarah adalah catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat oleh manusia.
2.        W.H. Walsh, Sejarah itu menitikberatkan pada pencatatan yang berarti dan penting saja bagi manusia. Catatan itu meliputi tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman manusia di masa lampau pada hal-hal yang penting sehingga merupakan cerita yang berarti.
3.        Patrick Gardiner, Sejarah adalah ilmu yang mempelajari apa yang telah diperbuat oleh manusia.
4.        Roeslan Abdulgani, Ilmu sejarah adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta kejadian-kejadian dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh hasil penelitiannya tersebut, untuk selanjutnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa depan.
5.        Moh. Yamin, Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan.
6.        Ibnu Khaldun (1332-1406), Sejarah didefinisikan sebagai catatan tentang masyarakat umum manusia atau peradaban manusia yang terjadi pada watak/sifat masyarakat itu.
7.        Moh. Ali, dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, mempertegas pengertian sejarah sebagai berikut:
a.       jumlah perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
b.      cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian, atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
c.       ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian, dan atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
Dari beberapa uraian di atas dibuat kesimpulan sederhana bahwa sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan manusia, peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, unik, dan penting.
1.    Peristiwa yang abadi; peristiwa sejarah tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepanjang masa.
2.    Peristiwa yang unik; peristiwa sejarah hanya terjadi satu kali dan tidak pernah terulang persis sama untuk kedua kalinya.
3.    Peristiwa yang penting; peristiwa sejarah mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang banyak.







 
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1         Pengertian
Ada beberapa pengertian metodologi penelitian menurut para ahli.
Pendapat-pendapat tentang pengertian metodologi penelitian itu adalah sebagai                   
berikut:
1.        Metodologi penelitian yaitu strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang dipergunakan guna menjawab persoalan (Arikunto,1982 : 50).
2.        Metodologi penelitian  adalah  penyelidikan yang seksama dan teliti terhadap suatu subjek untuk menemukan fakta-fakta guna menghasilkan produk baru, memecahkan suatu masalah, atau untuk menyokong atau menolak suatu teori (Abdurahman, dudung 2007 : 53 )
3.        Metodologi penelitian yaitu seperangakt aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber – sumber sejarah secara efektif, menilainya secara ktritis dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis (Gilbert J. Garraghan 1957 : 33 ).

Berdasarkan pendapat – pendapat tersebut, maka dapat disimpulkanbahwa
metodologi penelitian yaitu suatu cara yang ditempuh untuk menemukan dan      
menganalisis, serta menguji kebenaran suatu pengetahuan untuk mencapai tujuan  
penelitian.

3.2         Metode dan Pendekatan Penelitian
          “Metode yaitu suatu cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud dalam ilmu pengetahuan, dan sebagainya.” (Poerwadarminta, 1985 : 649).

          “Metode ilmiah yaitu cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap              penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran.” (Nasir,1999 : 42).

          Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif kualitatif. Metode diskriptif kualitatif merupakan penggambaran data-data yang bersifat kualitatif, artinya data-datanya merupakan suatu nilai-nilai, bukan dalam bentuk angka.
                ”Metode diskriptif yaitu suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat diskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.” (Nasir,1999 : 63)

          ”Data kualitatif yaitu data yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.” (Nasir,1999 : 245).

            Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penyusunan karya tulis ini adalah :
a.     Metode observasi( penelitian langsung)
       Metode observasi yaitu cara atau teknik mngumpulkan data dengan mengadakan penelitian atau pengamatan secara langsung.
b.      Metode interview( wawancara)
       Teknik mengumpulkan data dengan melakukan wawancara.
c.       Metode pustaka ( membaca buku-buku)
Metode pustaka yaitu metode dalam penyusunan karya tulis dengan cara membaca brosur atau buku-buku.

3.3         Objek Penelitian
          Objek yaitu hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadaminta,1985 : 683).
          Adapun yang menjadi objek di dalam ini  yaitu Candi Borobudur sebagai salah satu peninggalan agama Budha.

3.4         Sumber Data
          Sumber data penelitian yaitu subjek dari mana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data (Arikunto, 1998 : 114). Adapun sumber data penelitian ini diperoleh dari dokumen, observasi, dan  wawancara.

3.5         Teknik Pengumpulan Data
          Teknik yaitu cara membuat atau melakukan sesuatu berkenaan dengan kesenian”. (Poerwadarminta, 1985 : 1035).

          “Pengumpulan data yaitu suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data yaitu suatu prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan”. ( Nasir, 1999 : 211).

          Mengumpulkan data yaitu mengamati variabel yang diteliti dengan menggunakan metode interviuw, tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya”. (Arikunto,  1998 : 237).

          Oleh karena objek penelitian ini adalah Candi Borobudur, maka teknik pengumpulan datanya adalah mengadakan observasi, mengadakan wawancara dengan petugas dan menggunakan teknik pustaka.  

3.6         Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data dalam penelitian ini digunakan metode diskriptif analistis. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut.
3.6.1             Diskripsi Data
Dalam tahap diskripsi data, di identifikasikan data-data yang ada yang diperlukan dalam penelitian.
3.6.2             Analisis Data
Dalam tahap ini data-data yang sudah ditetapkan kemudian diklasifikasikan sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan


3.6.3             Interpretasi Data
Dalam tahap ini data-data  yang sudah dikelompokan diolah secara terinci. Pengolahan data ini masih tetap sesuai dengan memberikan penafsira-penafsiran. Cara menafsirkannya adalah dengan memberikan penjelasan-penjelasan, ulasan-ulasan, atau komentar terhadap data-data yang dianalisis.
3.6.4             Kesimpulan
Dalam  tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan dari keseluruhan kegiatan analisis yang telah dilakukan. Kesimpulan yang diambil harus sesuai dengan permasalahan yang diajukan yang dilakukan berdasarkan teori yang digunakan.












 
BAB IV
Pembahasan

4.1              Letak candi Borobudur
           Letak candi Borobudur diatas danau, ini dikemukakan oleh seorang seniman pada tahun 1931 bernama Nieuwenkamp. Pendapat itu didukung oleh penyelidikan di sekitar candi, yang antara lain menghasilkan pengetahuan bahwa nama-nama desa yang berawalan ”tanjung ” semuanya terletak di atas garis tinggi yang sama, yaitu 235 meter di atas permukaan laut. Apalagi Candi Pawon dan Candi Mendut yang letaknya berdekatan dengan Candi Borobudur juga terletak di atas garis tinggi itu. Berdasarkan bukti-bukti itu, Nieuwenkamp menduga kuat bahwa Dataran Kedu di bawah garis tinggi 235 meter dahulunya merupakan sebuah danau yang luas. Candi Borobudur ”mengapung” ditengahnya, sedangkan Candi Pawon dan Candi Mendut terletak di tepi danau. Akan tetapi, pendapat Nieuwenkamp tentang letak Borobudur di tengah danau itu, dianggap tidak masuk akal oleh Van Erp. Karena itu, pemugar Borobudur awal abad kedua puluh itu menentangnya dengan segala kemampuan. Pertentangan yang berlarut-larut itu telah mengundang para ahli lain untuk melakukan penyelidikan geologi di daerah sekitar candi. Untuk sementara, hasilnya dinilai dapat menguatkan pendapat Nieuwenkamp. Namun, luas danau di daerah pertemuan Sungai Progo dan Sungai Elo itu masih menjadi perdebatan tiada henti. Masih perlu bukti-bukti pendukung lain agar kesimpulannya mendekati kenyataan.
           Bukti lain itu, dapat dilihat nama-nama kampung atau desa di sekitar candi. Tidak jauh dari Candi Borobudur ada kampung bernama Bumi Segara, salah satu kampung di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Besar kemungkinan, kampung itu dinamakan Bumi Segara karena pada mulanya berwujud segara atau laut. Di pinggir kampung itu ada jalan, yang oleh masyarakat disebut Jalan Ngrawa. Kata bahasa Jawa ngrawa artinya ’tempatnya rawa’ atau ’ menjadi rawa’. Nama kampung dan jalan itu memberi petunjuk kuat bahwa sekitar Bororbudur memang rawa-rawa atau danau.
           Jika Borobudur benar-benar berada di tengah danau, alangkah indahnya. Borobudur merupakan karya seni dan teknologi yang spektakuler. Tentu banyak pengunjung yang berdecak kagum, terpesona, dan bahkan mungkin terkesima melihat keajaiban duinia itu.
           Sayang, keindahan itu tidak dapat dinikmati selamanya. Pada suatu hari, tiba-tiba saja Borobudur lenyap seketika. Letusan Gunung Merapi yang dahsyat telah memporakporandakan Jawa Tengah dan mengubur Borobudur. Menurut catatan para ahli gunung, letusan dahsyat itu terjadi tahun 1006. Beberapa abad kemudian terjadi lagi letusan dahsyat yang mengakibatkan Borobudur terpendam semakin dalam. Borobudur benar-benar hilang, baik wujud fisiknya maupun ceritanya. Tak ada yang mengabarkan Borobudur selama berabad-abad kemudian. Rupanya semua orang yang tahu tentang Borobudur waktu itu, juga ikut terkubur. Borobudur menjadi misteri berabad-abad.

a.      Pendiri candi Borobudur
           Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun.
           Sejarawan J. G . de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada tahun 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahuluan, Casparis memperkirakan bahwa Borobudur didirikan sekitar tahun 824 M oleh raja dari dinasti Syailendra bernama Samaratungga. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad.
           Dari penjelasan diatas nyatalah bahwa para ahli sejarah masih berbeda pendapat mengenai kapan dimulai dan kapan selesainya pembangunan Borobudur. Tetapi, perbedaannya tidak terlalu jauh, yaitu semuanya sepakat bahwa Borobudur dibangun pada abad ke-9 Masehi. Proses pembangunannya memakan waktu antara setengah sampai satu abad, oleh seorang raja yang dilanjutkan oleh penggantinya.
           Dalam wujudnya seperti yang terlihat sekarang, pembangunan Borobudur tidak dilaksanakan sekali jadi. Artinya, rencana dan pelaksanaan pembangunan candi itu pernah mengalami perubahan beberapa kali. Ada petunjuk bahwa perubahan itu sebagian besar dilaksanakan ketika sebagian besar bangunannya telah berdiri. Meskipun demikian, kapan pembangunan dimulai, kapan diadakan perubahan, dan kapan selesainya, masih tetap menimbulkan pertanyaan. Tetapi, peneliti memperkirakan tahap pembangunan dan perubahan itu sebagai berikut.
1.    Tahap Pertama
       Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan antara 750 dan 850 M). Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Buktinya, ada tata susun yang dibongkar.
2.    Tahap Kedua
Pondasi Borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu undak lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar.
3.    Tahap Ketiga
Undak atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini dengan satu stupa besar di tengahnya.
4.    Tahap Keempat
Ada perubahan kecil seperti pembuatan relief, perubahan tangga, dan lengkung atas pintu.
                        Pembangunan suatu candi pada umumnya bertujuan untuk   memuliakan seorang raja yang telah wafat dan telah bersatu kembali dengan dewa. Maka candi sekaligus merupakan ungkapan yang nyata dari rasa hormat yang mendalam terhadap keluhuran orang tua dan kesadaran yang mendalam pula terhadap kebesaran agama. Dalam hal ini Candi Borobudur merupakan contoh yang sangat menarik: bentuknya sebagai punden berundak-undak mewakili ciri khas bangunan yang diperuntukkan bagi pemujaan roh nenek moyang, dan susunannya yang diperjelas dengan ukiran-ukiran menggambarkan pandangan hidup agama Budha. Berapa lamanya Candi Borobudur itu menjalankan fungsinya sebagai  mercusuar kebesaran keluarga raja Syailendra dan ke-agungan agama Budha tidak diketahui dengan pasti. Yang diketahui hanyalah Borobudur itu’ terkubur’ material letusan Gunung Merapi diperkirakan tahun 1006 M.

b.      Bentuk candi Borobudur
           Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari sepuluh tingkat, yaitu: enam tingkat bebentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah dijadikan penahan. Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahyana. Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisatwa yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Budah.
           Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau ”nafsu rendah ”. Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.
           Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melembangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Budha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.
           Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, yakni manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Budha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.
           Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang . Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Budha yang tidak sempurna atau disebut juga unfinished Budha, yang disalahsangkakan sebagai Adibudha. Padahal berdasarkan hasil penelitian lebih lanjut, tidak pernah ada patung pada stupa utama. Patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. Menurut kepercayaan, patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi menemukan banyak patung seperti itu.
           Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Budha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan.

4.2              Relief candi Borobudur
           Candi Borobudur dilapisi pahatan relief yang menkjubkan. Seluruh permukaan dinding-dinding dan langkan-langkan Borobudur  yang luasnya tidak kurang dari 2.500 meter persegi penuh dengan pahat-pahatan relief. Relief-relief itu ada yang merupakan cerita, ada pula yang berupa bidang hias belaka. Yang menggambarkan cerita itu dibagi dalam kotak-kotak menurut adegannya menjadi pigura-pigura. Semuanya berjumlah 1.460 pigura, yang tersusun menjadi sebelas deretan mengitari candi, dengan ukuran panjang lebih dari 3.000 meter. Relief-relief yang berupa hiasan dipahat berkotak-kotak pula, tetapi masing-masing berdiri sendiri. Seluruhnya berjumlah 1.212 pigura.
           Semua relief cerita yang memenuhi permukaan dinding-dinding candi harus dibaca dari kanan ke kiri, sedangkan cerita-cerita yang dipahatkan pada dalam pagar langkan dari kiri ke kanan. Hal itu disebabkan oleh kebiasaan peziarah menelusuri lorong-lorong menurut pradaksina, yaitu berjalan keliling mengitari candi menurut arah jarum jam sebagai upacara penghormatan dengan selalu menyebelah-kanankan pusat candi.
           Pembacaan cerita-cerita relief  itu senantiasa dimulai, dan juga berakhir pada pintu gerbang sisi timur disetiap tingkat. Mulainya disebelah kiri, dan berakhirnya disebelah kanan pintu gerbang tersebut. Dengan demikian nyata sekali bahwa tangga sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya, atau yang utama, yang menuju ke puncak bangunannya. Dengan perkataan lain, candi itu menghadap ke timur meskipun sisi lainnya serupa benar.
           Pahatan relief itu mengungkapan berbagai macam cerita. Bagan berikut menggambarkan susunan dan pembagian relief-relief cerita yang menghiasi Candi Borobudur.

Tingkat
Posisi/Letak
Cerita Relief
Jml. Pigura
Kaki candi asli
-------------
Karmawibhangga
160 pigura
Tingkat I
Dinding
a. Lalitawistara
120 pigura
--------------
-------
b. Jataka/Awadana
120 pigura
-------
Langkan
a. jataka/awadana
372 pigura
-------
--------
b. jataka/awadana
128 pigura
Tingkat II
Dinding
Gandawyuha
128 pigura
-----------
Langkan
Jataka/awadana
100 pigura
Tingkat III
Dinding
Gandawyuha
88   pigura
-----------
Langkan
Gandawyuha
88   pigura
Tingkat IV
Dinding
Gandawyuha
84   pigura
-----------
Langkan
Gandawyuha
72   pigura
  ----------
Jumlah
  ------------
1. 460 pigura

           Semua cerita yang diabadikan dalam bentuk relief mempunyai makna yang dalam. Cerita-cerita itu dipahatkan di batu agar dapat dinikmati keindahannya dan dapat dibaca oleh generasi-generasi berikutnya. Secara ringkas, makna cerita relief dipaparkan dibawah ini.

a.      Karmawibhangga
                                                                             Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batu yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri(serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat. Relief  tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir-hidup-mati(samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Budha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.
           Relief Karmawibhangga berada di kaki candi dalam keadaan tertutup rapat. Orang yang pertama-tama menemukannya adalah YW Ijerman pada tahun 1885. Orang Belanda itu kemudian membongkar penutup relief  satu per satu, meneliti, dan mengabadikan dengan kamera. Hasil kerjanya di bukukan dan buku itu sampai sekarang masih tersimpan di Museum Tropen Amsterdam.
           Pada zaman penjajahan Jepang, pada tahun 1943, seorang pejabat Jepang tertarik untuk melihat relief tersebut. Keinginan itu dilatarbelakangi oleh rumor yang beredar bahwa relief Karmawibhangga menampilkan gambar-gambar mengerikan tentang neraka.
           Mengapa relief  Karmawibhangga sengaja ditutup? Alasannya belum diketahui sampai sekarang. Namun, para peneliti memperkirakan bahwa alasan penutupan itu demi keselamatan bangunan candi. Sebab, jika dibiarkan terbuka, bangunan candi terancam ambles atau melesak ke dalam tanah.
           Ada yang menarik dari relief Karmawibhangga. Meskipun berisi ajaran Buhda dari India, pahatan dalam relief itu menggambarkan lingkungan masyarakat Jawa. Relief tersebut dapat menjadi sumber informasi mengenai kondisi masyarakat saat candi dibangun. Misalnya, informasi tentang adanya rumah panggung dan pohon nangka.
           Di muka sudah di jelaskan bahwa relief Karmawibhangga memaparkan hukum sebab-akibat. Pada sisi kiri, menjelaskan perbuatan yang menjadi penyebab, dan sisi kanannya memperlihatkan hukuman atau balasan setimpal yang kelak akan diterima oleh orang yang melakukannya. Misalnya, pada sisi kiri digambarkan orang yang durhaka terhadap orangtuanya, dan sisi kanan digambarkan orang tersebut terjebak dalam api yang menyala berkobar-kobar. Jadi, orang yang digambarkan terbakar itu disebabkan oleh perbuatan mendurhakai orangtuanya.
b.      Lalitawistara
           Merupakan penggambaran riwayat sang Budha dalam deretan relief-relief(tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap)yang dimulai dari turunnya sang Budha dari sorga Tusita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Baranas. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief ebanyak 27 pigura yang di mulai dari tangga sisi timur. Ke 27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir sang Bodhisatwa selaku calon Budha. Relief  tersebut menggambarkan lahirnya sang Budha di arcapada, sebagai Pangeran Sidharta, putra Raja Sudodana dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma. Ajaran sang Budha disebut Dharma yang juga berarti ”hukum”. Dharma itu dilambangkan sebagai roda.
c.       Jataka dan Awadana
           Jataka adalah cerita tentang sang Budha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Sidharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang membedakan sang Bodhisatwa dari makhluk lain. Sesungguhnya, pengumpulan jasa/perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ke tingkat ke-Budha-an.
           Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka. Akan tetapi, pelakunya bukan sang Bodhisatwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur, Jataka dan Awadana diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan sang Bodhisatwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup padaabad ke-4 Masehi.
d.      Gandawyuha
           Gandawyuha adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencara pengetahuan tertinggi tentang Kebenaran Sejati. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Budha Mahayana yang berjudul ”Gandawyuha”, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.  
           Demikian paparan ringkas mengenai relief yang menghiasi Candi Borobudur. Ternyata, cerita yang diungkapkan dalam relief itu banyak sekali. Dengan demikian, dilihat dari banyaknya cerita, dapat dikatakan bahwa Borobudur itu miripsebuah buku cerita yang lengkap.

4.3              Pemugaran candi Borobudur
           Setelah terkubur sekitar delapan abad, Borobudur ditemukan dalam keadaan rusak berat. Untuk membersihkan pepohonan, semak belukar, dan tanah yang menimbuninya diperlukan tenaga beberapa ratus orang selama berbulan-bulan. Hal itu baru upaya untuk menampakkan Borobudur agar terlihat jelas bagaimana bentuknya secara utuh. Nah, untuk memulihkan kembali, diperlukan upaya pemugaran yang dilaksanakan beberapa kali. Tahap-tahap persiapan dan pemugaran candi itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.       1814 – Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
2.       1873 – monografi pertama tentang candi diterbitkan.
3.       1900 – pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
4.       1907 – Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
5.       1926 – Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
6.       1956 – pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
7.       1963 – pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
8.       1968 – pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
9.       1971 – pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
10.    1972 – International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
11.    10 Agustus 1973 – Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984
12.    21 Januari 1985 – terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali.
13.    1991 – Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.
4.4              Hubungan candi Borobudur dengan kebudayaan agama Budha
            Borobudur difungsikan sebagai tempat ibadah umat beragama Budha. Salah satu ritual ibadah yang melibatkan ribuan umat adalah perayaan Hari Raya Waisyak.
            Hari Raya Waisyak merupakan Hari suci Agama Budha. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Saga dawa di Tibet, Vesak di Mlaysia, dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di SriLanka. Nama itu diambil dari bahasa pali Wesakha, yang juga terkait dengan kata dari bahasa Sansekerta Waishaka. Dalam sistem penanggalan India Kuna, Waisak adalah nama salah satu bukan.
            Hari Raya Waisak dirayakan pada bulan Mei (tahun biasa) atau Juni (tahun kabisat), ketika bulan berbentuk bulat penuh(purnama sidhi) untuk memperingati 3 (tiga) peristiwa penting, yaitu sebagai berikut.
1.         Lahirnya Pangeran Siddharta di Taman Lumbini pada tahun 623 SM.
2.         Pangeran Siddharta mencapai Penerangan Agung dan menjadi Budha di Buddha-Gaya (Bodhgaya) dalam usia 35 tahun pada tahun 588SM, dan
Buddha Gautama mangkat di Kusinara dalam usia 80 tahun pada tahun 543 SM.               Tiga peristiwa itu dinamakan ”Trisuci Waisak”. Trisuci Waisak                       diputuskan dalam sidang pertama Persaudaraan Buddhis Sedunia (World Fellowship of Buddhists) di Sri lanka pada tahun 1950.
            Perayaan Trisuci Waisak secara nasional dipusatkan di Kompleks Candi Borobudur (termasuk Candi Mendut dan Candi Pawon). Rangkaian acaranya, secara pokok sebagai berikut:
1.      Pengambilan air berkat dari mata air (umbul) Jumprit di Kabupaten Temanggung  dan penyalaan obor menggunakan sumber api abadi Mrapen, Kabupaten Grobogan.
2.      Ritual”Pindatapa”, suatu ritual pemberian bahan makanan kepada para biksu oleh masyarakat (umat) untuk mengingatkan bahwa para biksu mengabdikan hidupnya hanya untuk berpuja bakti tanpa melakukan kegiatan yang berkaitan dengan mata pencarian atau pekerjaan.
3.      Semadi pada detik-detik puncak bulan purnama. Penentuan bulan purnama ini adalah berdasarkan perhitungan falak, sehingga puncak purnama dapat terjadi pada siang hari.                                             










          

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1              Kesimpulan
Candi Borobudur merupakan candi peninggalan Agama Budha yang terletak di desa Borobudur, Kota Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur difungsikan sebagai tempat ibadah umat Budha. Setiap tahun umat Budha mengadakan perayaan Hari Raya Waisyak di candi Borobudur.
Candi Borobudur merupakan peninggalan sejarah dengan            peradaban yang tinggi perlu kita jaga kelestariannya karena bisa menjadi objek wisata yang menarik sehingga mendatangkan keuntungan bagi negara kita terutama yaitu bisa mendatangkan devisa.
             Candi Borobudur merupakan candi terbesar yang termasuk salah satu, dari tujuh keajaiban dunia sehingga ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO.


5.2              Saran-saran
            Penulis akan memberikan saran-saran kepada pembaca khususnya dan kepada masyarakat atau bangsa Indonesia pada umumnya. Saran yang dapat kami sampaikan antara lain adalah sebagai berikut :
a.       Sebagai pelajar sekaligus sebagai generasi muda harapan bangsa harus bisa menjaga dan melestarikan candi Borobudur.
b.       Sebagai generasi penerus kita harus belajar dengan tekun agar kita bisa mengenalkan kemegahan candi Borobudur kepada seluruh dunia.
c.       Sebagai warga negara yang baik kita bisa ikut ambil bagian dalam menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung candi Borobudur.